Apa itu PMII? Ungkap PMII dari dimensi sosio-historis.

                   

Mengenal PMII Vol 01


Oleh : M. Choerul Adlie. R (Anggota PMII Rayon FISIP, Komisariat UIN Sunan Gunung Djati, Cabang Kab. Bandung).




     Judul yang saya ambil diawali oleh pertanyaan klasik yang acap kali dilontarkan oleh seseorang mahasiswa maupun mahasiswi yang mulai penasaran kepada salah satu organisasi mahasiswa terbesar di Indonesia ini, untuk itu kiranya tulisan ini bisa sedikit memberi jawaban atas segala rasa penasaran tersebut, semoga. 

     Kalau boleh meminjam kata-kata sang proklamator Ir. Soekarno, "Jangan sekali-kali melupakan sejarah (Jas merah)." Maka  dirasa menjadi sebuah urgensi kita mengetahui PMII dengan memakai perspektif sejarah terlebih dahulu, semoga sahabat pembaca sepakat dengan argumentasi saya tersebut, hehe.

     Sebelumnya izinkan saya bercerita sedikit ketika dahulu saya ada di posisi kalian sebagai orang yang turut penasaran dengan PMII kala itu. Saya sendiri dahulu langsung menelusuri tentang PMII dengan berbagai literatur yang ada seperti buku karya Ahmad Hifni "Menjadi Kader PMII" yang menjadi referensi dan motivasi saya menulis artikel ini, serta dulu saya juga proaktif bertanya di dalam ruang diskursus dengan orang yang lebih dulu bergabung dengan organisasi ini.

     Ketika waktu itu ramai-ramai informasi mengenai agenda perekrutan di PMII, saya langsung antusias untuk mengikuti masa penerimaan anggota baru (mapaba) PMII yang menjadi jalur masuk agar saya bisa menyandang status anggota di organisasi ini. Setelah sebelumnya tentu melewati fase menimbang dan meninjau yang cukup lama. Saya harap sahabat semua juga memiliki antusiasme yang sama atau bahkan lebih daripada saya dalam hal mencari tahu soal PMII, minimal di aktualisasi dengan menyimak tulisan saya sampai habis dan maksimal di aktualisasi dengan mengikuti mapaba agar kita bisa berproses bersama, mari.  

    Baik, cukup dirasa basa-basinya langsung saja kita bahas mengenai substansi dari judul di atas oke. PMII sendiri adalah salah satu Organisasi Mahasiswa Ekstra Kampus (ORMEK), PMII lahir 17 April 1960 atau 21 syawal 1367 Hijriah ditengah hirak pikuk ketidakstabilan negara dari berbagai sektor terutama di bidang politik setelah keluarnya dekret presiden 5 Juli 1959 yang menggantikan jenis demokrasi yang tadinya demokrasi liberal menjadi demokrasi terpimpin. PMII berasal dari rahim Departemen Perguruan Tinggi Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (DEPTI IPNU). Terjadi dinamika yang rumit dalam usaha pembentukan organisasi ini, saya akan mencoba menjelaskan beberapa usaha-usaha yang dilakukan mahasiswa NU sampai akhirnya PMII sah berdiri. 

    Awalnya karena terkendala izin untuk mendirikan organisasi mahasiswa NU skala nasional, mahasiswa-mahasiswa NU di beberapa daerah inisiatif untuk membuat wadah penampung bagi mahasiswa dengan latar belakang NU, diantaranya adalah ;

(1). Ikatan Mahasiswa Nahdlatul Ulama (IMANU) berdiri di Jakarta ;
(2). Persatuan Mahasiswa Nahdlatul Ulama (PMNU) berdiri di Bandung ;
(3). Keluarga Mahasiswa Nahdlatul Ulama (KMNU) berdiri di Surakarta.

      Di lain sisi mahasiswa NU diminta untuk membantu pengelolaan IPNU ketika tahun 1954 organisasi pelajar NU itu berdiri. Usulan mengenai harus didirikannya organisasi khusus untuk mahasiswa NU skala nasional yang terlepas dari IPNU seperti yang disuarakan dalam muktamar II IPNU tahun 1957 di Pekalongan ditolak karena dengan rasionalisasi IPNU baru saja terbentuk. Pada muktamar III IPNU 27-31 Desember 1958 di Cirebon kembali dilontarkan usulan tersebut akan tetapi hanya melahirkan keputusan dibentuknya DEPTI IPNU yang secara struktural masih terikat dengan IPNU.

     Maka tak heran gejolak untuk didirikannya organisasi khusus mahasiswa NU tetap ada, karena DEPTI IPNU juga tidak bisa didaftarkan ke dalam Persatuan Perhimpunan Mahasiswa Indonesia (PPMI) ternyata karena statusnya masih sebagai organisasi pelajar, sedangkan PPMI sebagai aliansi berbagai organisasi pada saat itu hanya menerima organisasi mahasiswa. Selain itu, perbedaan pola berfikir juga pola bertindak antara pelajar dan mahasiswa juga menjadi alasan lain tidak puasnya mahasiswa NU terhadap keputusan muktamar III IPNU tersebut.

     Sampai pada Konferensi Besar (konbes) IPNU 14-17 Maret 1960 di Kaliurang, Yogyakarta. Dimana saat itu mahasiswa NU diwakili oleh H. Isma'il Makky dan Moh. Hartono, BA. Kedua orang delegasi tersebut mendesak agar forum menyetujui berdirinya organisasi mahasiswa NU, sampai akhirnya terdapat konklusi dari konbes tersebut yaitu keputusan disetujui berdirinya organisasi khusus untuk mahasiswa NU.

    Singkatnya untuk merealisasikan pembentukan organisasi khusus untuk mahasiswa NU, terdapat 13 orang mahasiswa NU pada saat itu mewakili daerahnya masing-masing yang di berikan mandat untuk melaksanakan musyawarah mahasiswa NU se-Indonesia selambat-lambatnya satu bulan setelah tanggal pelaksanaan konbes IPNU, adapun ketiga belas orang tersebut adalah ;

(1). Chalid Mawardi (Jakarta) ;
(2). M. Said Budairy (Jakarta) ;
(3). M. Sobich Ubaid (Jakarta) ;
(4). M. Makmun Syukri, BA (Bandung) ;
(5). Hilman (Bandung) ;
(6). H. Isma'il Makky (Surakarta) ;
(7). Munsif Nahrawi (Yogyakarta) ;
(8). Nuril Huda Suaidy HA (Surakarta) ;
(9). Laily Mansur (Surakarta) ;
(10). Abd. Wahab Jailani (Semarang) ;
(11). Hisbullah Huda (Surabaya) ;
(12). M. Cholid Narbuko (Malang) ;
(13). Ahmad Husain (Makassar).

     Patut untuk diketahui, sebelum diadakannya forum musyawarah tersebut, Hisbullah Huda, M. Said Budairy, dan Makmun Syukri, BA mendatangi KH. Idham Khalid (Ketum PBNU) kala itu, tujuannya untuk meminta restu dan nasihat. Beliau pun merestui dan memberikan nasihat agar nantinya organisasi yang akan dibuat dapat menjadi wadah bagi para kader intelektual NU yang bermanfaat bagi agama, bangsa dan negara.

    Pada saat musyawarah yang berlangsung di sekolah Mu'alimat NU Wonkromo Surabaya itu. Terjadi dialektika membahas perihal nama organisasi yang akan dipakai, nama Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) menjadi salah satu usulan dan disetujui oleh forum, masing-masing kata dalam nama organisasinya tersebut memiliki makna sebagai berikut ;

(1). "Pergerakan" didasarkan kepada sifat dari mahasiswa yang dinamis dan tidak statis, mahasiswa akan selalu bergerak menuju perubahan sesuai dengan idealismenya ;

(2). "Mahasiswa" didasarkan kepada status dari subjek penggerak roda organisasi ini, dimana mahasiswa juga dalam perspektif organisasi ini dianggap mempunyai identitas sebagai insan religius, insan dinamis, insan sosial, dan insan mandiri ;

(3). "Islam" didasarkan kepada organisasi ini adalah organisasi mahasiswa Islam yang berideologi Ahlussunnah Waljamaah, secara ringkas terminologi dari ideologi ini adalah "orang-orang yang mengikuti sunnah (Nabi Muhammad SAW, keluarga, dan sahabatnya) secara berjamaah." Adapun penjelasan lebih detail terkait ASWAJA akan dijelaskan di artikel selanjutnya ;

(4). "Indonesia" didasarkan kepada spektrum dimana organisasi ini bermukim dan juga merupakan aktualisasi dari sikap nasionalisme yang menjunjung tinggi nilai-nilai kebangsaan sehingga dipandang perlu mencantumkan nama negara sebagai bentuk simboliknya.

     Selanjutnya, dalam musyawarah selain terdapat keputusan soal nama organisasi bagi mahasiswa NU, terdapat pula keputusan mengenai dipilihnya tiga orang nama untuk menjadi tim formatur yang nantinya mempunyai tupoksi untuk menyusun kepengurusan, ketiga orang tersebut adalah ;

(1). Mahbub Djunaidi sebagai ketua umum ;
(2). A. Chalid Mawardi sebagai wakil ketua I ;
(3). M. Said Budairy sebagai sekretaris ;

    Diawal berdirinya organisasi ini banyak prestasi yang bisa dikatakan sebagai fakta empiris, tidak berlebihan jikalau juga PMII dikatakan sebagai organisasi yang besar dan berpengaruh sejak awal berdiri. Semisalkan ketika bulan September 1960, M. Said Budairy selaku sekretaris PMII menjadi delegasi dalam forum pemuda sedunia di Moskow. Satu tahun setelahnya atau tepatnya di bulan Juni 1961, giliran A. Chalid Mawardi selaku wakil ketua I menjadi delegasi di forum yang sama. 

     Di tanggal 19-26 Desember 1964, PMII bersama-sama GP Ansor melakukan musyawarah pelajar dan mahasiswa Islam se-Indonesia yang pada keputusannya melahirkan organisasi Gerakan Muda Islam (GEMUIS). Organisasi ini dahulu diharapkan dapat membendung upaya rezim orde lama yang ingin membubarkan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) karena disangkakan berafiliasi dengan Masyumi. Karena saat itu Masyumi juga disangkakan ikut terlibat dalam pemberontakan PRRI/PERMESTA.

     Berlanjut lagi ketika sekitar tahun 1965, Zamroni yang juga kelak di tahun 1967 menjabat sebagai ketua PP PMII, dipercaya memimpin Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) yang saat itu KAMI merupakan sebuah organ taktis gabungan dari PMII, GMKI, SOMAL, PMKRI, IPMI dan Mapancas yang aktif melakukan demonstrasi menentang beberapa kebijakan dari orde lama.

     Sebagai informasi tambahan, narasi tuntutan dari KAMI pada saat itu dikenal khalayak dengan sebutan Tri Tuntutan Rakyat (Tritura), adapun poin-poin tuntutannya adalah ;

(1). Bubarkan PKI beserta sayap-sayapnya ;
(2). Turunkan harga pangan ;
(3). Dan bubarkan kabinet dwikora. 

     Menarik bukan jika berkaca pada poin tuntutan utamanya? Persoalan ideologi pada saat itu sampai terjadi dikalangan Mahasiswa, terutama ketika dahulu Concentrasi Gerakan Mahasiswa Indonesia (CGMI) yang merupakan afiliasi dengan PKI bersitegang dengan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Hal tersebut terutama di picu oleh hasil kongres V PPMI tahun 1961 dimana CGMI-lah yang mendominasi struktural di PPMI tersebut, selain ada alasan lain yang lagi-lagi karena adanya perbedaan pandangan antara CGMI yang ideologinya komunisme dengan HMI yang ideologinya islamisme.

     PMII sendiri juga pada saat itu berposisi yang sama dengan HMI dalam upaya membendung faham komunisme di tengah mahasiswa. Kalau kata Mahbub Djunaidi, "Tangan PMII-lah yang akan mengayunkan garis-garis besar dan pokok-pokok statemen pembubaran PKI, apa yang terjadi setelah itu pasti kita sudah tahu, likuidasi secara total masyarakat-masyarakat yang cinta kepada pancasila."

     Kembali membahas Zamroni, beliau juga pada sekitar tahun 1973 bersama 34 pemuda dari masing-masing daerah di Indonesia melaksanakan musyawarah berdirinya Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) bersama-sama juga dengan Abduh Paddare yang merupakan ketua PB PMII setelah Zamroni. Abduh Paddare juga berperan dalam menjadikan PMII sebagai anggota penuh di kelompok Cipayung (GMKI, HMI, PMKRI, GMNI, dan PMII) yang awal berdirinya dilatar belakangi oleh penentangan terhadap proyek Taman Mini Indonesia Indah (TMII) yang dilakukan oleh rezim orde baru.

     Setelah itu PMII melewati berbagai fase-fase penting, misalnya ketika dari awal terbentuknya hubungan antara PMII dan NU bersifat dependen, di masa selanjutnya PMII sempat memilih untuk independen dan terkahir interdependen dengan NU, apa maksudnya? Hal ini akan segera dibahas di artikel selanjutnya tentang memaknai sikap dependen, independen, dan interdependen PMII-NU.

     Untuk artikel saat ini tentang mengungkap PMII dari dimensi sosio-historis saya rasa sudah cukup, saya menyadari tulisan diatas banyak terdapat kekeliruan-kekeliruan yang mungkin saja sahabat pembaca temukan. Karenanya saya sarankan untuk terus mengeksplorasi hal-hal yang menyangkut sejarah dari PMII, apabila tertarik bergabung dengan PMII seperti yang saya sarankan sebelumnya bisa mengikuti masa penerimaan anggota baru (mapaba) PMII. Intinya jangan takut untuk memulai, takutlah ketika yang lain sudah memulai tapi kalian masih berdiam diri karena dibelenggu ragu.


Mari bergabung bersama PMII Rayon FISIP, Komisariat UIN Sunan Gunung Djati, Cabang Kabupaten Bandung, hubungi :


+62 857-9872-0486 (Hadi/KPO PMII Rayon FISIP).


+62 812-2236-9388 (Anjani/KPO KOPRI Rayon FISIP). 


Komentar

  1. Luar biasa PMII terlahir atas dasar hasil kesepakatan para Ulama Nahdhliyin dan menjawab persoalan bangsa yang tengah terjadi saat itu.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Memaknai sikap dependensi, independensi dan interdependensi PMII-NU